Seminar Peningkatan Pelayanan dan Perlindungan WNI/TKI di KJRI Johor Bahru

Seminar Mengenai Upaya-Upaya Peningkatan Pelayanan dan Perlindungan WNI/TKI di KJRI Johor Bahru adalah seminar kerjasama yang diadakan Konsulat Jenderal republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru dan KOMAHI UMY pada tanggal 07 November 2009.

Perbaikan sistem perekrutan dan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan dan perlindungan TKI di Malaysia

Demikian disampaikan Kepala Fungsi Konsuler dengan Pangkat sekaligus Koordinator Perlindungan dan Pelayanan WNI/TKI Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru, Suryana Sastradiredja, dalam Seminar yang bertajuk Upaya Peningkatan Pelayanan dan Perlindungan WNI/TKI di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (7/11) siang.

Menurutnya, banyaknya para TKI yang datang ke Malaysia disebabkan adanya kedekatan geografis dengan Indonesia , bahasa dan budaya yang serumpun, serta gaji yang menjanjikan. Namun tak bisa dipungkiri banyak permasalahan pun muncul mengenai TKI di Malaysia.

Oleh karenanya, Suryana pun memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar memperbaiki sistem perekrutan dan pengiriman. “Perbaikan ini dapat melayani mekanisme yang singkat dan murah terhadap para TKI, dualisme Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia bersama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta memberikan pembekalan yang sesuai standar Balai Latihan Kerja. Selain itu, tidakan tegas dan keras juga perlu dilakukan terhadap pelanggaran,” paparnya.

Sementara itu, Advokat, Paralegal Permasalahan TKI Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia DIY, Abdul Rahim Sitorus, mengungkapkan perlindungan merupakan aspek terpenting dari serangkaian sisi yang melingkupi penempatan TKI ke luar negeri. “Fakta menunjukkan TKI yang dikirim ke Malaysia bukanlah TKI profesional melainkan buruh yang nota bene memiliki tingkat pendidikan yang relatif tidak begitu tinggi bahkan cenderung rendah,” ujarnya.

Terlebih fakta juga menunjukkan banyak dokumen atau keterangan jati diri para TKI yang dimanipulasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, peraturan ketenagakerjaan yang sering berubah, serta belum sempurnanya system perekrutan menjadikan semakin beratlah upaya perlindungan yang mesti dilakukan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri.

Abdul mengatakan, dalam melakukan upaya perlindungan TKI/WNI, KJRI melakukan beberapa cara pendekatan dan terobosan, diantaranya adalah Perlindungan Perjanjian Kerja, Perlindungan terhadap upah atau gaji TKI, membangun jaringan (networking), penetapan daftar hitam, serta pendekatan kepada Serikat Buruh setempat.

Menurutnya, sejak pertengahan tahun 2005, KJRI telah berhasil meyakinkan para employers untuk menaikkan standar gaji TKI ynag bekerja di wilayah KJRI Johor Bahru dimana model KJRI ini sejak Januari 2006 telah diikuti seluruh perwakilan Indonesia di Semenanjung Malaysia. “Undang-undang perburuhan Malaysia sendiri tidak mengenal pengaturan basic salary. Oleh karenanya, KJRI perlu proaktif untuk membenahi basic salary melalui pendekatan khusus kepada semua employers yang akan merekrut pekerja Indonesia ,” tutur Abdul.

Selain itu, penetapan Daftar Hitam merupakan perlindungan maksimal yang dilakukan KJRI Johor Bahru terhadap para TKI. “Untuk employer dan agem Malaysia, setelah dimasukkan dalam Daftar Hitam, selanjutnya KJRI merekomendasikan kepada instansi setempat untuk pemberian sanksi berupa pembekuan atau pencabutan ijin usaha mereka,” tandas Abdul.

sumber : http://www2.umy.ac.id/2009/11/tingkatkan-pelayanan-dan-perlindungan-tki-melalui-perbaikan-sistem-perekrutan.umy

Berikut Materi Seminar Mengenai Upaya-Upaya Peningkatan Pelayanan dan Perlindungan WNI/TKI di KJRI Johor Bahru, silahkan diunduh : Materi Seminar Peningkatan Pelayanan dan Perlindungan TKI

Mahasiswa HI UMY menangkan Lomba Esai Nasionalisme

Paham Nasionalisme saat ini telah mengalami pergeseran. Pada awalnya, Nasionalisme merupakan alat yang digunakan para pejuang bangsa ini untuk mencapai cita-cita bersama bangsa. Cita-cita bangsa saat itu adalah meraih Kemerdekaan. Namun, setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan semangat Nasionalisme justru menjadi cita-cita itu sendiri.

Hal tersebut diungkapkan mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Fathan Mubarak. Fathan merupakan salah seorang dari 20 peserta terbaik dalam Kompetisi Esai 2009 “Menjadi Indonesia” dengan tema “Nasionalisme Ala Gue” yang diprakarsai oleh Tempo Institute.

Dalam kompetisi tersebut, 1.081 naskah masuk ke meja panitia dengan melibatkan 998 mahasiswa dari 207 perguruan tinggi yang tersebar di 65 kota di Indonesia dan 1 perguruan tinggi di Australia.

Melalui proses seleksi, terpilihnya 20 besar esai terbaik dan penulisnya pun mendapat kesempatan untuk mengikuti Kemah Menulis yang diadakan di Wisma Tempo Sirnagalih, Megamendung, Jawa Barat pada 22-27 Oktober 2009 dan dihadiri sejumlah tokoh Nasional.

Fathan mengungkapkan, pada awalnya Nasionalisme lahir dan tumbuh dari semangat ketidakingin dikuasai oleh penjajah. “Oleh karenanya, Nasionalisme muncul sebagai reaksi kesadaran atas realitas sosial yang sedang berlangsung saat itu,” terangnya di Kampus Terpadu UMY, Jumat (6/11).

Namun, Fathan mengakui, setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan semangat Nasionalisme justru menjadi cita-cita. “Jika dulu Nasionalisme dibentuk guna mencapai cita-cita bersama, maka pada masa saat ini Nasionalisme adalah cita-cita itu sendiri. Alhasil, Nasionalisme yang pada awalnya disebut sebagai sesuatu yang historis, namun saat ini sekadar sebagai sesuatu yang normatif. Aspek kebudayaan pun secara otomatis terabaikan,” ujar Fathan.

Sebagai sebuah solusi, Fathan memaparkan upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan jiwa Nasionalisme demi mempertahankan kesatuan wilayah NKRI. “Dalam pelaksanaanya, upaya pertahanan kesatuan NKRI tidak boleh menggunakan cara yang brutal, melainkan dengan mewujudkan pemerataan di segala bidang,” tegasnya.

Fathan menambahkan, eksploitasi sumber daya alam tidak semata-mata digunakan utnuk kepentingan pusat, namun juga memberikan prioritas kepada daerah yang bersangkutan serta menciptakan lapangan kerja yang seimbang bagi tenaga kerja yang tersedia. Selain itu, pendidikan dan kesehatan pun harus juga bisa dinikmati oleh segenap bangsa Indonesia.

“Tak kalah penting adalah bagaimana Nasionalisme tersebut membentuk identitas kebangsaan Indonesia berdasar keberagaman yang muncul secara ekspresif dari masyarakat, yang dalam konteks desentralisasi, semuanya bisa dirangkum dalam agenda peningkatan kualitas otonomi daerah,” tandas Fathan.

sumber : http://www2.umy.ac.id/2009/11/mahasiswa-umy-juara-lomba-esai-nasionalisme.umy