Category Archives: Asia Pasifik

Invitation: Rangkaian Kuliah Umum JKSG-UMY

Asswrwb,
Yth. Bapak Ibu Rekan Sejawat,
Jusuf Kalla School of Government (JKSG UMY) mempersembahkan rangkaian kuliah umum sebagai bagian dari perayaan milad ke 32 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan sebagai pembuka semester. Rangkaian kuliah umum ini terdiri dari tiga seminar yang diisi oleh tiga pembicara tamu dari Universitas mitra JKSG UMY dan satu acara peluncuran buku. Kami dengan senang hati mengundang Bapak Ibu untuk menghadiri rangkaian kuliah umum sesuai dengan jadwal berikut: 
Korea New Elected President and Korea-Indonesia Relationship
Rabu, 20 Februari 2013 Jam 09.30-11.00 di Ruang Simulasi Sidang HI – UMY
Pembicara: Prof. Sunhyuk Kim, Professor at Department of Public Administration, Korea University, Korea, Director, Brain Korea 21 Education and Research Group for the Asian Public Administration Hub (ERGAPAH) (funded by the Korean government), Korea University, Korea.

Political Corruption: New Trend Theory
Rabu, 20 Februari 2013 Jam 09.00-11.00 di Ruang Sidang Gedung AR Fakhrudin A, Lt. 5 UMY
Pembicara: Prof. Jin-Wook Choi, Professor of Public Administration, Associate Dean of the Graduate School of Policy Studies and Director of the Institute of Governmental Studies, Korea University

 Go beyond NPM: Trend of public organization theory
Jumat, 22 Februari 2013 Jam 13.00-15.00 di MIP, Ruang R.4.3 UMY
Pembicara: Amporn W. Tamronglak, Ph.D., Associate Professor at the Faculty of Political Science, Thammasat University Thailand and Director of Executive Program in Public Affairs (EPA) 

Peluncuran Buku “Manajemen Konflik Separatisme: Dinamika Negosiasi dalam Penyelesaian Konflik Mindanao”
Selasa, 26 Februari 2013 Jam 10.00-12.00 di Ruang Simulasi Sidang HI UMY
Penulis: Dr.Surwandono (Dosen HI UMY)
Panelis: Dr. Zuly Qodir (Dosen IP UMY)
Karena keterbatasan jumlah tempat duduk, kami menyarankan untuk membuat konfirmasi keikutsertaan terlebih dahulu. Untuk konfirmasi dan informasi lebih lanjut silahkan menghubungi staf kami, Lolita (081933195552) dan Anwar (083867483081).
Demikian undangan ini kami sampaikan, kami menunggu kehadiran Bapak Ibu  dalam rangkaian kuliah umum tersebut.

Wasswrwb.
Salam,
Dr. Achmad Nurmandi
Direktur JKSG

Korsel memperluas Jangkauan Rudal

IRs News- AS, Kamis (22/3/2012), Presiden Lee Myung-bak mengungkapkan bahwa Korea Selatan dan Amerika Serikat tengah membahas tentang ekstensi jangkauan rudal Korea Selatan. Presiden Lee mengungkapkan hal itu di Wall Street Journal dan media asing lainnya dalam edisi hari Kamis. Hal tersebut dalam tanggapan Presiden Lee mengenai rudal Korea Utara yang akan diluncurkan bulan depan dan dapat diperkirakan akan mencapai sampai pulau Jeju.

Untuk itu, ada kebutuhan untuk memperluas jangkauan rudal bagi Korea Selatan. Ia mengatakan pemerintah Washington memahami posisi ini dan menambahkan bahwa kedua negara diharapkan untuk mencapai kesepakatan segera.

Presiden menyatakan bahwa kedua negara sependapat akan meningkatkan jangkauan rudal antara kedua negara, berkenaan dengan pertimbangkan perubahan situasi dewasa ini.
Ungkapan itu diisyaratkan pula bahwa peningkatan jangkauan rudal itu hampir tercapai pada kenyataannya, yakni memperluas pembatasan jangkauan rudal yang ditetapkan dalam pedoman rudal bilateral sekarang.

Menurut pedoman rudal antara Korea Selatan dan Amerika Serikat saat ini yang diperbaiki pada tahun 2001, Korea Selatan tidak memiliki rudal balistik seberat 500 kg dan jangkauan jarak tembak 300 km lebih. Dalam rangka mencegah penyebarluasan senjata pemusnah massal -WMD, Amerika Serikat menyerahkan payung nuklir sebagi penangkal, sementara Korea Selatan tidak dapat memiliki rudal balistik. Namun, pedoman rudal yang telah melebihi jangka waktu 10 tahun sejak dibuat, ada tuntuntan kebutuhan sesuai kenyataan sekarang.

Dengan demikian, pihak Korea Selatan tetap meminta adanya peningkatan jangkauan terhadap rudalnya kepada pihak Amerika Serikat. Perubahaan syarat atau situasi nyata saat ini yang diungkapkan oleh Presiden Lee tiada lain adalah perkembangan kemampuan jangkauan rudal milik Korea Utara. Roket jarak jauh yang diluncurkan oleh Korea Utara pada tahun 2009 mampu meluncur hingga jarak sekitar 3.200 km.

Pihak Pyeongyang-Korea Utara menegaskannya sebagai peluncuran satelit Kwangmyongsong-2, akan tetapi dunia internasional menganggap sama setingkat kemampuan rudal, karena teknologi peluncuran satelit dan rudal balistrik dinilai sama saja.

Sehubungan dengan itu, Presiden Lee mendesak perlunya perbaikan pedoman itu demi meningkatkan jangkauan jarak jauh rudal agar menghadapi rudal Korea Utara yang mampu meluncur sampai ke pulau Jeju.

Lebih jauh dikatakan, pihak Amerika Serikat telah setuju secara khusus untuk membuat strategi bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat. Dengan mempertimbangkan perkembangan pembahasan selama ini, kedua pihak mungkin akan berupaya meningkatkan jangkauan jarak jauh rudal Korea Selatan hingga mencapai 1.000 km. (SpontaNews-KOMAHI)

Keanekaragaman Diplomasi China

Animal Diplomacy : “Bahasa Hewan” atas Nama Negara

Sudah bukan rahasia lagi bila hubungan China dengan Taiwan seringkali bersitegang, tak heran hubungan kedua negara ini yang walaupun masih satu saudara seringkali menjadi perhatian dunia. Namun hal ini seolah-olah tidak dirasakan oleh warga Taiwan yang saat itu menyambut kedatangan panda hasil hibah dari RRC. Sambutan yang luar biasa bagi hewan, layaknya penyambutan tamu Negara, warga Taiwan berkumpul dipinggir jalan yang dilalui truk pengangkut panda sambil mengibar-ngibarkan bendera.

Keceriaan yang ada saat panda tersebut tiba di Taiwan seolah-olah bahwa hubungan kedua Negara tersbut baik-baik saja tanpa pernah ada terjadi masalah. Cina menghibahkan sepasang panda raksasa, yang jantan diberi nama Tuan sedangkan yang betina diberi nama Yuan Yuan. Nama kedua panda tersebut bila digabungkan akan berarti “Reuni” . Ternyata bila dilihat dari kejadian tesebut terlihat bahwa hewan pun mempunyai kekuatan untuk berdiplomasi untuk hubungan kedua Negara yang sering bersitegang. Dua panda raksasa, hadiah hibah dari China untuk pesaing politiknya.

China telah mengklaim Taiwan sejak berakhirnya perang saudara pada 1949. Beijing telah berikrar akan mengembalikan pulau tersebut ke dalam kekuasaannya, dengan kekuatan jika perlu, tapi hubungan telah membaik sejak Presiden Taiwan yang bersahabat dengan China Ma Ying-Jeou memangku jabatan pada Mei. Tuan Tuan memiliki berat 110,2 kilogram dan Yuan Yuan berbobot 111,4 kilogram pada Senin, kata Chin. Nama kedua panda raksasa itu jika digabungkan berarti “reuni”.

Tuan – Tuan dan Yuan – Yuan

Kedua panda itu merupakan satwa endemic China yaitu satwa yang hanya dapat ditemukan di alam bebas di China, tempat mereka mulai pulih dari ambang kepunahan, tapi belum keluar dari ancaman bahaya, kebanyakan akibat kesulitan dalam menghasilkan anak. Kebun binatang Taiwan akan berusaha mengawinkan pasangan panda tersebut dan berharap dapat mengembalikan anak panda ke China, kata seorang pejabat kebun binatang bulan lalu. Beijing telah memberikan panda kepada sembilan negara termasuk Jepang, Amerika Serikat dan bekas Uni Sovyet sejak 1957.

Tercatat Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi keduadi dunia setelah Brasil. Walaupun luas total daratan hanya 1,3 % dari seluruh permukaanbumi, Indonesia memiliki 10% tumbuhan berbunga (27.000 jenis), 12% Mamalia (515 jenis), 16% satwa Amphibia (270 jenis) dan 17% Aves (1539 jenis).(sumber: Marthen. T.L. dkk, “ Fauna Endemik Sulawesi : Permasalahan dan Usaha Konservasi”, 2003).

Tak hanya itu Indonesia juga memiliki kurang lebih 350.000 jenis satwa dan 10.000 mikroba yang hidup secara alami di bumi pertiwi ini, 15 % serangga , 25 % jenis ikan. Dari kekayaan jenis satwa dan tumbuhan tersebut, ternyata baru sebagian kecil saja yang telah diketahui potensinya dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Tercatat lebih kurang 6000 jenis tumbuhan, 1600 jenis hewan dan 100 jenis jasad renik, yang saat ini telah tergali potensi pemanfaatannya. (Sumber: data BKSDA, 1996).

Dari data tersebut seharusnya kita berbangga atas kekayaan satwa endemic yang ada di bumi pertiwi, tak hanya kekayaan hasil bumi saja. Dengan “harta karun” yang ada Indonesia seharusnya juga bisa meniru langkah-langkah China dalam program pelestarian Panda. Bila tak dijaga satwa-satwa endemik kita akan punah.

Dunia satwa Indonesia mempunyai kedudukan yang istimewa di dunia. Dari 515 jenis mamalia besar, 36 % adalah endemik (tidak terdapat di tempat lain di dunia); dari 33 jenis primata, 18 % endemik; dari 78 jenis paruh bengkok, 40 % endemik; dan dari 121 jenis kupu-kupu, 44 % adalah endemik. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki “mega diversity” (kaya keanekaragaman) jenis hayati dan merupakan “mega center” (pusat kekayaan) keanekaragaman hayati dunia (data Dept. Kehutanan, 1994).

Melihat data tersebut, bayangkan saja seberapa besar “harta” satwa kita yang hanya satu-satunya di dunia. Seharusnya dengan kekuatan satwa endemic yang ada Indonesia mempunyai power yang besar untuk melakukan “animal diplomasi” baik untuk dunia pariwisata maupun dunia politik seperti yang dilakukan oleh China lewat panda-nya.


oleh : Fuadi Afif
Mahasiswa HI UMY Konsentrasi Globalisasi Angkatan 2006 (Alumni)

Tulisan ini telah dimuat pada Diplomacy Magazine Edisi I , 2009.

Demokrasi vs Kedaulatan di Kawasan ASEAN

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kembali mengadakan kuliah umum bagi mahasiswa HI UMY mengenai isu hangat seputar organisasi internasional yaitu ASEAN. Seminar yang diadakan pada tanggal 9 Desember 2008, pukul 09.00 WIB di Gedung A.R. Fachrudin A mengambil tema “Walking a Tightrope; Democracy versus Sovereignty in ASEAN’s Liberal Peace”, dimana bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantar. Kuliah umum ini menghadirkan Erik Martinez Kuhonta yang merupakan asisten profesor di Fakultas Ilmu Politik Mc Gill Univerity, Kanada.

Kuliah tersebut dihadiri oleh mahasiswa, dosen dan Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, ibu Grace Lestariana. Pada pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa antusiasme mahasiswa HI terhadap kuliah umum ini sangat besar yang dibuktikan melalui pernyataan maupun pertanyaan yang dilontarkan mahasiswa pada sesi tanya jawab. Hasilnya, perkuliahan tersebut dapat berjalan dengan baik atas kerjasama dan antusiasme mahasiswa dalam mengikuti jalannya perkuliahan.

Erik Martinez Kuhonta membuka perkuliahan dengan menjelaskan sebuah isu hangat yang berpengaruh pada kinerja dan sistem ASEAN (Association of South East Asian Nation). Isu penting yang muncul dalam tubuh ASEAN saat ini adalah peran serta anggota ASEAN dalam menghadapi konflik di Myanmar. Fakta yang terjadi sekarang adalah tidak adanya usaha intervensi ASEAN dalam pemecahan masalah konflik di Myanmar, dimana masyarakatnya menjadi korban. Dalam hal ini ia melihat bahwa konflik tersebut adalah peristiwa khusus yang membutuhkan intervensi ASEAN untuk turut memecahkan masalah tersebut, sebab telah terjadi pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Di lain sisi, ia menyatakan bahwa ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara masih menerapkan politik non-intervensi terhadap masalah anggotanya. Menurut Erik, ASEAN selama ini dikenal sebagai organisasi regional yang mengusahakan perdamaian melalui non-intervensi terhadap masalah anggotanya. Non-intervensi kemudian dianggap sebagai ide fundamental yang menjadi dasar bagi ASEAN untuk tetap bersikukuh tidak turut campur tangan dalam konflik yang terjadi pada salah satu anggotanya, seperti Myanmar.

Oleh karena itu masalah ini menjadi sangat menarik untuk dibicarakan sebab di satu sisi, urgensi intervensi ASEAN dibutuhkan dalam pemecahan konflik di Myanmar dan di lain sisi, ASEAN bersikukuh untuk tidak turut campur dalam masalah itu agar dapat menjaga keutuhan perdamaian antar-anggotanya melalui politik non-intervensi.

Pada Kesempatan tersebut, Erik juga menjelaskan ada beberapa hal penting yang perlu dianalisis lebih jauh mengenai permasalahan di atas, yaitu latar belakang ASEAN, urgensi demokratisasi dalam tubuh ASEAN dan masa depan perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Ketiga pokok bahasan di atas menjadi wacana penting yang ia bicarakan dalam kuliah umum tersebut.

Permasalahan pertama yang dikemukakan oleh Erik Martinez Kuhonta adalah latar belakang ASEAN. Erik menyatakan bahwa pendirian ASEAN didasari pada visi Michael Doyle tentang keamanan demokrasi liberal dan ide komunitas keamanan pluralis oleh Karl Deutsch (Deutsch 1961, 1968; Doyle 1986). Namun implementasi dalam tubuh ASEAN bertentangan dengan ide awal pembentukan,” …, however, sharply contradicts the liberal vision for securing peace articulated by Doyle and Deutsch”, tulisnya. Selama ini ASEAN justru menerapkan sistem non-liberal dalam usahanya menjaga perdamaian antar-anggotanya. Hal ini berdasarkan pada pandangan ASEAN terhadap pentingnya stabilitas politik, keamanan rezim pemerintahan dan kedaulatan sebagai fondasi dalam menjaga perdamaian antar-negara anggota.

Pandangan ini kemudian menjadi dasar politik non-intervensi yang selama ini dipertahankan oleh ASEAN. Akan tetapi konflik di Myanmar memberikan tantangan besar bagi ASEAN untuk kembali menelaah sistem yang selama ini digunakan. Erik menjelaskan, dalam hal ini seharusnya ASEAN lebih jeli melihat permasalahan yang ada untuk segera dipecahkan, karena hal ini berhubungan dengan masa depan perdamaian di kawasan ASEAN. Ia juga berpendapat bahwa proses intervensi yang berarti turut campur untuk mencari solusi bagi permasalahan Myanmar lebih utama, sebab pelanggaran hak-hak asasi manusia lebih penting dari sekedar implementasi politik non-intervensi.

Permasalahan kedua yang disampaikan Erik adalah mengenai urgensi demokratisasi dalam tubuh ASEAN. Demokratisasi yang dimaksud adalah dengan memberikan ruang dalam pemberian dukungan konstruktif terhadap masalah negara-negara anggotanya, dalam konteks ini adalah Myanmar. Selama ini ASEAN menerapkan politik non-intervensi sebagai bentuk penghargaan terhadap kedaulatan negara anggotanya sehingga berbentuk dukungan bagi sebuah rezim.

Situasi Myanmar sekarang yang dikuasai oleh junta militer adalah kesalahan besar karena pelanggaran hak-hak asasi manusia tetap terjadi. Persepsi dunia internasional terhadap junta militer Myanmar sebagai aktor utama pelanggaran hak-hak asasi manusia telah terbukti dengan adanya fakta-fakta konkret dari media, jadi dapat dikatakan bahwa rezim yang berkuasa di Myanmar tidak dapat melindungi hak-hak warga negaranya dan melanggar ketentuan sebuah negara untuk melindungi warganya. Berdasarkan hal tersebut, maka posisi ASEAN yang menerapkan politik non-intervensi bagi anggotanya dilihat sebagai organisasi pendukung junta militer sebagai penguasa rezim di Myanmar.

Erik melihat keadaan ini menjadi bertolak belakang dengan tujuan ASEAN untuk menjaga perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Prinsip non-intervensi ASEAN telah melindungi rezim yang ada,”…ASEAN’s non intervention interference principle has always been meant to protect governing regimes- whether democratic or authoritarian”, ujarnya.

Oleh sebab itu, Erik menyatakan bahwa demokratisasi perlu diterapkan dalam tubuh ASEAN sebagai sebuah solusi terhadap permasalahan yang terjadi. Ia percaya bahwa hal ini tidak akan mengganggu hal fundamental yang sudah ada mengenai penghargaan terhadap kedaulatan sebuah Negara. Proses demokratisasi memungkinkan anggota ASEAN untuk mengkaji lebih jauh mengenai permasalahan yang ada serta memberikan solusi tepat. Sesuai dengan yang terjadi di Myanmar saat ini, sesungguhnya perwujudan hak asasi manusia di Myanmar menjadi lebih penting daripada berdiam diri dan kukuh untuk tidak bertindak sebab intervensi yang dilakukan adalah bentuk usaha menjaga perdamaian. Pada akhirnya ASEAN sebagai organisasi dapat menjadi lebih seimbang untuk melihat kepentingan dan dampak dari sebuah masalah yang ada melalui proses demokratisasi.

Permasalahan terakhir adalah mengenai masa depan perdamaian di kawasan Asia Tenggara yang tidak dapat dilepaskan dari peran serta ASEAN. Sistem politik non-intervensi yang dianut sebenarnya tidak dapat dikatakan gagal secara keseluruhan, hal ini didasarkan pada prestasi ASEAN sebagai organisasi regional. Organisasi ini telah menjadikan Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan yang memiliki tingkat stabilitas dan perdamaian terbaik dibandingkan kawasan lain yang merupakan negara berkembang. Meskipun begitu, ASEAN tetap harus melihat realita lain yang ada pada kawasannya seperti contoh Myanmar.

Dalam hal ini ASEAN seharusnya tidak bersikap tertutup, maksudnya dalam hal ini adalah menjunjung tinggi nilai non-intervensi sehingga mengabaikan nilai-nilai lain yang menjadi bagian dari ide perdamaian seperti hak asasi manusia. ASEAN harus lebih demokratis dalam menghadapi permasalahan yang muncul agar dapat mencapai tujuan utamanya menjaga stabilitas dan perdamaian di kawasan Asia Tenggara.

Demokratisasi sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan proses non-intervensi sebagai ide umum sebuah kedaulatan dengan kepentingan lain, seperti hak asasi manusia yang merupakan bagian dari tujuan utama ASEAN demi menciptakan perdamaian, dengan begitu ASEAN dapat lebih bijak memilih dan memprioritaskan kepentingan demi terwujudnya stabilitas dan perdamaian. Sedangkan pada prakteknya, Erik menyatakan bahwa memang cukup sulit untuk menindak-lanjuti masalah antara demokratisasi dan kedaulatan (non-intervensi).

Namun, realita yang terjadi akan selalu memaksa adanya perubahan demi kemajuan ASEAN di masa depan. “ASEAN is forced to confront a structural reality that severely limits its room for maneuver. ASEAN wish to signal to the international community that it is open to political reform, but weight of its own history- a history of peace and security- constrains its reach” tulis Erik dalam jurnalnya.

Tulisan ini telah dimuat pada Spontan News
Kuliah Umum : Demokrasi vs Kedaulatan dalam ASEAN
9 Desember 2008, Gedung A.R. Fachrudin A
Erik Martinez Kuhont
Asisten Profesor di Fakultas Ilmu Politik Mc Gill Univerity, Kanada

Kesesatan Politik Kampanye

Parade kampanye PILPRES telah dimulai. Juru kampanye telah dipilih oleh 3 pasangan capres-cawapres, untuk bisa memperbesar perolehan suara yang diperoleh dalam Pemilu Presiden 8 Juli 2009. Juru kampanye tampaknya dijadikan mesin suara yang paling efisien bagi partai politik untuk mendapatkan durian runtuh dari Swing Voters, ataupun pemilih yang dalam PILEG kemarin tidak masuk dalam DPT ataupun yang menyengaja golput. Apakah logika akan selinier ini, atau justru berbalik arah, sehingga kurva dukungan justru menjadi kurva parabola?

Inilah pertanyaan yang sejatinya harus difahami dan disadari oleh partai politik yang mengusung pasangan Capres-cawapres, bahwa kampanye sebagai salah satu bentuk media komunikasi politik teramat rentan mengalami distorsi, baik terdistorsi akibat kesalahan sendiri atau didistorsi oleh kompetitor politiknya. Tulisan ini akan lebih menyoroti manajemen pengelolaan kampanye dalam rangka memperoleh durian runtuh swing voters namun justru malah menyesatkan bagi partai politik dan publik, sehingga akhirnya partai politik hanya mendapatkan pepesan kosong, atau bahkan penurunan suara yang diperoleh dalam pemilu sebagai bentuk hukuman dari publik.

Nalar yang menyesatkan

Kampanye politik secara terbuka di depan umum, pada hakekatnya adalah upaya untuk memperebutkan swing voters yang sampai saat ini diyakini masih mencapai bilangan sekitar 30%-40%. Angka ini sedemikian mengiurkan, sebab jika suara ini bisa diperoleh secara absolut maka partai tersebut akan mampu memenangkan pemilu 2009, bahkan bisa melenggang menjadi partai yang bisa mencalonkan kandidat Presiden. Partai besar semisal PDIP, Golkar, PPP, PKB, PKS, maupun PD tidak pernah mentargetkan perolehan di atas 40%.

Pola umum yang dipakai untuk bisa meraup suara swing voters adalah, pertama, melakukan framing partai politik menjadi partai politik yang inklusif. Logika ini memang ada benarnya, bahwa dengan memberikan baju yang longgar akan memberikan ruang yang luas untuk bisa menampung swing voters. Logika ini bisa salah manakala swing voters ternyata banyak didominasi konstituen yang membutuhkan sikap yang politik yang lugas, militan, dan bukan sikap politik abu-abu.

Jatuhnya suara PAN, di pemilu 2004 banyak disinyalir akibat pilihan politik PAN yang mengembangkan sayap menjadi partai politik inklusif, ternyata malah menyebabkan konstituen militan PAN melarikan suara ke partai politik yang membawa isu Islam eksklusif, semisal PKS, yang ketika itu masih mengusung ide-ide politik Islam yang rigid. Artinya, menframing suatu partai menjadi partai iknlusif tidak serta merta membuat batu pendulum swing voters akan memberfihak kepada partai tersebut, namun justru menjadi batu distorsi bagi penurunan suara partai politik dalam Pemilu.

Kedua, membangun logika partai politik sebagai partai anak muda yang progresif dan revolusioner. Nalar ini dibangun oleh asumsi bahwa swing voters berasal suara anak muda. Dengan mencitrakan diri sebagai partai anak muda, maka akan berkorelasi positif dengan perolehan yang akan diterima. Nalar ini juga terkadang bisa menyesatkan, semisal PRD di pemilu 1999 senantiasa mengidentikan sebagai partai anak muda, dan mahasiswa progressif. Namun ternyata PRD justru tidak mendapatkan suara karena sifat progresif dan revolusioner justru dianggap sebagai bagian dari masalah bangsa Indonesia dan bukan sebagai solusi krisis politik dan ekonomi di masyarakat.

Ketiga, membangun citra sebagai partai politik yang pro kepada wong “cilik”, yang didasarkan asumsi adalah sebagian besar penduduk Indonesia adalah “wong cilik”. PDIP memang pernah menggunakan icon sebagai “partai wong cilik di pemilu” 1999, dan ternyata sukses. Namun, icon PDIP sebagai partainya “wong cilik” dalam pemilu 2004 justru tidak efektif, sehingga justru Golkar yang leading dalam Pemilu 2004 yang tidak menggunakan icon wong cilik.

Bahkan PDIP harus juga menelan pil kekalahan tatkala berkoalisi dengan Golkar dalam koalisi kebangsaan untuk mendapatkan kursi kepresidenan, kalah dengan koalisi kerakyatan yang dipelopori oleh Demokrat, PKS, PBB, PAN dan PKB. Kesesatan logika ini menjadi buah simalakama bagi partai politik yang membawa icon “wong cilik”, secara terus menerus justru dimaknai oleh publik sebagai bentuk politisasi partai politik kepada wong cilik, dan ketidakmampuan partai tersebut untuk mentransformasi “wong cilik” menjadi “wong besar”, “wong yang berdaya”.

Keempat, membangun citra bahwa partai tersebut pro “kesejahteraan”. Isu kesejahteraan sekarang ini diyakini sebagai isu pilihan strategis dari partai politik, karena diyakini akan diminati oleh rakyat sebagai jawaban atas berbagai masalah kemiskinan, ketergantungan, dan ketidakberdayaan politik maupun ekonomi bangsa. Apakah ini efektif? Tampaknya ruang terjadinya kesesatan logika dalam ruang kampanye juga amat besar.

Konsepsi sejahtera memang sebuah konsep yang berbau surgawi dan menarik, namun partai yang mengusung konsep sejahtera dalam atribut partai seperti PKS maupun PDS tidak mendapat suara yang signifikan. PKS mendapatkan suara signifikan dalam pemilu 2004 bukanlah semata karena mengusung konsep sejahtera. PKS mendapatkan suara signifikan di perkotaan karena memiliki jaringan intelektual muda dan aktivis dakwah kampus.

Konsepsi tentang kesejahteraan akan menjadi bermakna dan memiliki pengaruh terhadap perilaku memilih publik, manakala partai politik memiliki konsepsi tentang kesejahteraan secara spesifik, unik dan bagaimana strategi dan kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut diimplementasikan. Kemenangan Obama dalam Pilpres di AS, sangat ditentukan oleh konsepsi pengentasan krisis ekonomi yang terukur dan terarah. Bagaimana dengan kampanye kesejahteraan partai politik dalam iklan? masih sebatas jargon yang ambigu, sehingga agak bisa dipastikan isu kesejahteraan yang diusung oleh partai hanya akan menyesatkan jika tidak diikuti dengan konsepsi dan implementasi yang jelas.

Kelima, nalar sembako murah juga memiliki ruang kesesatan yang cukup tinggi. Banyak partai politik mengusung nilai sembako murah sebagai antitesis terhadap melojaknya harga sembako saat ini. Pada dataran awal, nalar sembako murah sangatlah menarik, dan sangat pro poor. Apakah demikian halnya? Ternyata tidak mudah mencerna sembako murah, karena teramat mudah untuk diplintir oleh lawan politik. JK pernah melontarkan sinisme kepada PDIP setelah PDIP menawarkan konsepsi sembako murah dengan mengambil ikon petani. Sampai kemudian JK melakukan statemen jangan memilih partai politik yang membuat petani jadi miskin. Oleh JK ketika itu, sembako murah dianggap linier dengan pemiskinan kaum tani.

Lebih rumit lagi, jika issue sembako murah dilacak dari cara memperoleh dan pendistribusiannya. Nalar ini mudah menyesatkan karena lebih berbau angin surgawi belaka, dan tidak terukur. Apalagi cara mendapatkan sembako murah melalui proses subsidi secara berlebihan, dan tidak tertata, maka ujung-ujungnya adalah mal-praktek politik yang bisa menjerat ekonomi dan politik seperti di era Orde Baru.

Adalah penting dalam kampanye politik terbuka, para juru kampanye politik tidak menyampaikan nalar-nalar yang sepertinya menarik tetapi membuka ruang yang bisa menyesatkan, baik menyesatkan kepada partai politik sendiri sebagai komunikator pesan, sekaligus bisa menyesatkan publik sebagai komunikan. Jika publik merasa sudah disesatkan oleh partai politik, adalah menjadi hak publik untuk menghukum partai politik.


oleh Surwandono
Dosen Pengajar Statistika, Budaya Politik Islam, dan Analisa Hubungan Internasional
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UMY

Tulisan ini telah dimuat pada Diplomacy Magazine Edisi 1 , 2009.